Thursday, October 29, 2015

Wake

Audi memandangi langit senja nan gelap di taman itu, sendirian, di tengah hujan deras yang kala itu membasahi hampir seluruh kota. Tatapannya kosong menatap langit, tatapan kosong yang hanya dimiliki oleh mereka yang kehilangan harapan.



"Hujan sudah deras, mengapa kau tak pulang, Audi?" aku menghampirinya saat itu.

Namun ia tak mengindahkan perkataanku, ia tetap menatap kosong ke arah langit dan tak peduli apa yang aku katakan saat itu. Aku mulai khawatir dan mencoba menarik lengannya, tapi ia mengukuhkan tubuhnya agar tak bergerak dari tempat itu.

"Audi, hey, Audi !!" Ucapku makin keras.

Dia tetap kosong.

Tanpa pikir panjang, lengan kanan ku mendaratkan tamparan di wajahnya. Berharap ia menatapku dan membalas tatapanku.

"Kenapa kau tak menjawabku?" Teriak ku di wajahnya.

Ia kemudian hanya menatapku, menatap lurus kosong kearah mataku. Aku bisa melihat ribuan kekecewaan di mata nya, namun tertahan oleh hati, pikiran dan perasaannya. Audi adalah sahabat baikku, kami mulai berteman sejak TK dan berlanjut hingga saat ini. Aku paham betul apa yang ada di kepalanya seolah itu juga merupakan pikiranku.

"Oh, Maya. Ternyata kau." Jawabnya.

"Kenapa kau seperti ini? Ada apa denganmu?" Aku bertanya padanya.

"Tidak apa-apa, kau mengenalku, bukan? Seharusnya kau tahu perasaanku sekarang."

"Tidak, ini sama sekali bukan kau. Aku tak mengenali dirimu yang ini?"

"Bahkan sahabatku sendiri pun tak mengenaliku lagi. Mungkin tak ada tempat bagiku untuk kembali lagi saat ini. Disini, mati disini. Jika aku mati disini, aku tak akan menyesal."

Aku mengambil ancang-ancang dan memukul wajahnya sekeras mungkin, ia terjatuh dan tersungkur. Sebagai wanita aku mengerti perasaannya, namun sikapnya yang tak bisa menerima hal dan selalu menganggap kesempurnaan adalah segalanya, membuatku jengkel dan muak.

Di depannya aku berdiri, menatapnya tajam dengan wajah yang sangat kesal. Rasanya ingin ku cabik sendiri mulut nya, ini bukan Audi yang biasanya, aku tak menyukainya saat ini.

"Mau sampai kapan?" Cetusku. "Mau sampai kapan kau seperti ini, SIALAN !!?"

Dia menatapku, matanya mulai berkaca-kaca.

"Kau boleh bersedih, kau boleh menangis, kau boleh kesal ketika kau kalah. Tapi sikapmu yang seperti ini menggambarkan seperti bahwa kau tak siap untuk bertanding. KAU KALAH DARIKU dalam kompetisi piano, lantas apa masalahmu? Aku selalu menganggap bahwa dirimu adalah lawan yang pantas berada di sampingku, kita melangkah bersama, aku berkali-kali menang darimu dan aku pun berkali-kali kalah darimu. Kita selalu melakukan hal itu dari kecil, LANTAS KENAPA KAU SEPERTI INI SEKARANG? Aku menyesal menganggapmu sebagai saingan dan sahabatku jika kau bersikap seperti ini, kau tak lebih dari sekedar pecundang yang menang dan kalah berkali-kali dari orang yang sama!"

Audi tersentak dan air matanya mula berada di ujung mata. Hatinya perlahan mulai tergoyahkan setelah menerima pukulan dan perkataanku, aku berharap ia kembali dan menjadi orang yang pantas mengalahkanku, sama seperti dulu.

"Selama ini aku tak rela ada orang lain selain dirimu yang melampauiku, bahkan untuk kakak-kakak ku. Aku tak rela orang lain mengambil alih tempat yang seharusnya ditempati oleh dirimu. Dan aku tak rela, melihat orang yang seharusnya melampauiku atau berada di sampingku tersungkur hanya karena gagal dariku. Kau sendiri yang bilang bahwa mencintai satu melodi dari hati berasa jauh lebih indah daripada menjuarai hal yang tak kau sukai berkali-kali, bukan? Apakah semua yang kau katakan itu bohong? Kenapa kau berbohong padaku?"

Aku menghampirinya dan memeluk tubuhnya yang kedinginan oleh angin kegagalan. Aku memeluk erat tubuhnya dan berharap kehangatan kembali kedalam hatinya, sehingga ia bisa bersamaku dan kembali bersaing denganku lagi.

"Jika yang kau katakan itu bukanlah suatu kebohongan, buktikanlah padaku! Berhentilah mengatakan hal bodoh dan lampauilah aku seperti biasa. Aku mohon padamu, Audi."

Derasnya hujan berhenti seketika, sinar mentari kembali menyinari mereka berdua seolah langit memberikan secercah senyuman diantara ladang bunga di hati mereka.

===================================================

Created by: Aped

1 comment: