Friday, June 26, 2015

I Am Muslim

Ketika aku masih kecil, ibu selalu mengatakan padaku bahwa agama bukanlah suatu hal yang patut dipermainkan. Ibu selalu percaya kalau agama adalah salah satu aspek terpenting dalam kehidupan. Agama-lah yang menuntun kita ke jalan yang benar. Agama-lah yang menjadi pijakan bagi kita dalam menjalani hidup di dunia ini, dan agama-lah yang akan membawa kita selamat saat kita mencapai akhirat kelak. 



Ibuku adalah seorang muslim, ia selalu mengajariku tentang agama nya. Mulai dari shalat, berpuasa, bahkan ia mengajariku tata cara hidup yang baik. Ketika aku bertanya padanya "Mengapa ibu selalu mengajariku hal-hal seperti itu?". Ia hanya tersenyum dan menjawab "Aku mengajarimu karena aku ingin kau selamat dunia dan akhirat. Sebab aku menyayangimu.". Setidaknya itu yang ia katakan... Sebelum akhirnya ia pergi selamanya.


14 Tahun kemudian aku berangkat ke Amerika untuk melanjutkan studi ku. Tanggal 20 September 2001 aku tiba di negeri paman sam. Jauh dari kediamanku di Indonesia sana. Suasana, hiruk pikuk dan kesibukan sungguhlah berbeda dengan tempatku dulu. Aku berharap tempat ini kelak akan menjadi saksi kesuksesan ku di masa depan. Demi ayahku yang menunggu di tanah air, dan demi ibuku yang melihatku di tanah surga sana. 


Langkah demi langkah ku ambil, menelusuri negeri Paman Sam ini dengan senyuman ramah khas muslim Indonesia. Ku pandangi tiap sudut kota, bangunan-bangunan tinggi nan megah membuatnya pantas menyandang gelar 'Negara Superior' dan bisa ku bilang gelar tersebut bukanlah isapan jempol belaka.


Aku terhenti di sebuah resto kedai makanan disana. Kupikir tak ada salahnya aku mengisi perut ku sebelum aku pulang ke asrama. Aku pun mengunjungi restoran itu dan duduk di depan meja bar. Restoran itu terlihat sangat ramai oleh anak-anak, orang tua maupun para pekerja-pekerja yang tengah mampir disaat jam pulang kantor. 


"Mau pesan apa?" Ujar seorang pelayan didepanku. 


"Apa yang kau punya untuk malam ini?" Tanyaku balik.


"Kami mempunyai steak daging babi, iga bakar babi dan juga hamburger babi. Kini tengah diskon setengah harga." 


"Maaf... Aku seorang muslim, bisakah kau ganti dengan daging sapi atau ayam?" Cetusku.


Seketika pelayan itu terdiam dan kaget melihatku, tak hanya itu, pandangan semua orang yang ada di restoran tersebut terpaku padaku. Aku bertanya-tanya, apakah aku melakukan atau mengatakan hal yang salah? Aku seorang muslim dan aku tidak makan babi, menurutku jika mereka mengerti itu tidak masalah.


"Maaf tuan, barusan apakah anda bilang bahwa anda adalah seorang muslim?" Tanya pelayan itu padaku.


"Iya, apa ada yang salah?" 


Pelayan itu mengambil kembali menu yang ia sodorkan padaku, seraya berkata.


"Maaf, tuan. Saya adalah pemilik restoran ini, dan saya tidak melayani seorang muslim. Saya minta anda pergi dari restoran ini." Ujarnya.


Aku cukup tersentak karena perkataanya, dan perkataannya tersebut cukup menyayat hati.


"Kenapa anda mengatakan hal seperti itu?"


Pelayan tersebut pun mengambil remot televisi dan menekan salah satu channel. Sebuah siaran berita yang membahas tentang kejadian WTC Tower 10 hari yang lalu terpampang jelas disana. 


"Agama mu membuat negara kami hancur. Bukankah seharusnya anda malu?" Ucapnya keras.


"Kenapa aku harus malu?" Tanyaku balik.


"Agama mu menghancurkan orang-orang yang tak berdosa atas nama perjuangan Tuhan. Bukankah itu sebuah tindakan yang konyol? Kau merugikan negara kami, seharusnya agama mu malu. Agama mu menyebarkan kedamaian tapi di sisi lain kalian menyebarkan ancaman. Apa kalian tidak malu menjilati ludah kalian sendiri?" Kecamnya jelas.


"Darimana anda tahu hal itu?" 


"Di media masa, koran, artikel, internet. Semua jelas-jelas perbuatan islam."


"Anda tidak bisa menyimpulkan suatu kesatuan luas hanya berdasarkan hal kecil. Anda tidak bisa menilai sesuatu yang besar dengan mengambil contoh kecil saja. Internet adalah dunia yang sangat luas, bahkan jauh lebih luas daripada bumi. Tapi Islam adalah agama yang jauh lebih luas lagi daripada internet. Bagaimana mungkin anda menyimpulkan hal yang tidak bisa disimpulkan secara sederhana dengan sebagian kecil saja? Jika mereka mengatakan bahwa 'Muslim adalah penebar terror'. Percayalah, mereka bukan islam. Teroris, kaum islam garis keras, atau apapun itu, mereka bukanlah islam dan bahkan kami sendiri memusuhi mereka yang menyimpang dari ajaran kami. Perlu anda ketahui, tuan. Ajaran kami mengajarkan tentang kedamaian, bukan terorisme atau yang lainnya. Dan jika mereka melakuan melakukannya, mereka bukanlah bagian dari kami."


Jelasku pada pelayan tersebut. 


Kata-kata ku keluar tanpa ku pikirkan terlebih dahulu, aku pun sedikit kaget tentang hal ini. Bagaimana aku bisa menyusun kata-kata ini ditengah kecaman dan tekanan? Mungkin ini yang dikatakan ibuku dulu, jika aku berpegang teguh pada agama-ku, maka aku akan selamat. 


Setelah perdebatan kami di restoran tersebut, aku pun melangkah pergi meninggalkan restoran itu dan langsung ke asrama ku. Hari ini, entah hari yang baik atau buruk, akan ku jadikan pelajaran bahwa aku harus berpegang teguh pada agama ku. 


Aku adalah MUSLIM, dan aku bukan seorang TERORIS.

========================================================================

#Created By: Aped.

0 komentar:

Post a Comment