Monday, June 8, 2015

Diary : "Janji..." (Episode 4)

"April, 1 2015


Suatu hari, Kazuma pernah berjanji untuk menuliskan semua kenangan tentang kami berdua didalam sebuah buku diary milikku, buku diary merah yang akan selalu mengingatkan ikatan saudara kami berdua. Aku sangat senang ketika Kazuma mengatakannya padaku.


Hari ini, aku kembali untuk menagih janjinya, Tuhan mengatakan bahwa Kazuma harus menepati janjinya supaya aku bisa pergi ke akhirat sana, meski aku tahu itu hal yang sangatlah sulit tapi, aku berharap Kazuma mau mendengarkanku."



"April, 2 2015"


Tepat 2 Minggu setelah kematianku, kuberanikan diri untuk menemui Kazuma, entah apakah ia bisa melihatku atau tidak, itu bukanlah masalah. Bukankah jiwa adalah bentuk abstrak? Munkinkah terlihat? Masa bodoh dengan itu! Aku akan menemuinya.


Aku melihat Kazuma tengah menggenggam buku diary merah itu, sudah lama sekali, dia pasti tidak ingat dengan buku tersebut. Kudekati Kazuma dan duduk di atas kasur. 


Kemudian dia melihatku, aku sungguh terkejut dan senang ketika dia mampu untuk melihatku, aku sangat senang! Tapi, hey kenapa ia lari dariku? Apakah aku seburuk itu? Apakah aku tampak seperti seekor monster? Tiap kali aku melangkah mendekat kearahnya, dia semakin menjauh. Sangat jauh... Itu membuatku sakit.


Beberapa saat kemudian, ketika ia tersudut, aku menghampirinya. Kupeluk erat tubuh Kazuma. Hangat... Hangat sekali, berbeda dengan tubuhku. Jantungnya berdetak sangat cepat. Ia sungguh ketakutan, namun perasaan hangat darinya mengatakan bahwa 'aku tak pernah takut darimu, aku hanya terkejut. Aku merindukanmu, Rinka'. Aku mengerti karena aku merasakan hal yang sama juga terhadapmu. 


Aku hanya berharap sebuah kenangan dan kehangatan dari tubuhmu, Kazuma. Tolong, bantulah aku pergi ke akhirat dengan cara ini!".


Tulisan itu muncul setelah aku membuka isinya, sejujurnya itu agak menyeramkan bagiku. Tapi, ada yang lebih menarik bagiku, permintaan dari Rinka. Apakah Rinka ingin sekali memenuhi buku diary itu agar ia bisa istirahat dengan tenang? Kurasa aku harus memastikannya pada Rinka.


"Rinka... Ini. Apakah kenangan yang kau inginkan dariku?" Tanyaku padanya.


Namun ia hanya menjawab pertanyaanku dengan senyuman manisnya. Kurasa itu artinya 'iya'.


"Dan kau ingin menulis semua kenangan ini agar kau bisa istirahat dengan tenang?"


Lagi-lagi ia menjawab dengan senyumannya.


"Apa yang terjadi jika aku tak bisa memenuhinya?" Tanyaku lagi.


Kali ini dia terdiam sejenak, ia terlihat sedikit bingung karena pertanyaanku.


"Kau pernah berjanji untuk membuat kenangan denganku, kau pernah berjanji untuk membuat sebuah buku diary berisi tentang kenangan kita, aku kembali untuk menagih janji itu, Kazuma. Jika kau tak bisa memenuhinya, aku akan terjebak disini selamanya. Tanpa arah dan tujuan, membusuk hingga hari kiamat tiba." Jelasnya. "Buku itu akan mencatat kenangan kita, baik kenangan manis maupun kenangan pahit. Kenangan manis akan tertulis dengan tinta merah, dan kenanga pahit akan tertulis dengan tinta hitam." Lanjutnya.


"Lalu apa yang terjadi jika aku membuat kenangan pahit dalam diary mu?" Tanyaku.


"Dunia ini akan melupakanku, paman, bibi, orang tuaku, bahkan teman-temanku. Tak akan pernah ada kenangan tentangku di dunia ini. Hanya kau yang akan mengingatku." Ujarnya. "Bagaiman? Maukah kau membantuku.."


"Eh, um... anu..." Aku pun dibuat bingung dengan penjelasannya, sejujurnya aku mengerti tapi, aku tak pernah tahu apa yang diinginkan oleh Rinka semasa hidupnya, dia menghabiskan waktunya terbaring lemah diatas kasur, berdiam diri di kursi roda dan bahkan dulu ketika ia masih bisa jalan ia lebih sering beristirahat daripada orang lain. Aku sempat bingung tentang permintaannya.


"Begini, Rinka.. aku.. aku masih hidup, dan kau sudah meninggal. Aku bingung harus mulai darimana tapi bagaimana bisa aku membuat kenangan tentang kita? Aku kira itu akan sangat sulit..." Jelasku padanya.


Kekecewaan terlukis di wajahnya, ia menundukan wajahnya kebawah. Jujur saja aku merasa sedikit tidak enak karena membuatnya sedih. Aku menyayangi Rinka sebagai saudariku, dan aku akan tetap menyayanginya meskipun kini ia hanya sebuah kenangan saja. Aku berjalan kearahnya, kulakukan hal yang biasa aku lakukan padanya ketika masih hidup, mengelus-elus kepalanya sambil menenangkannya. Ia sangat suka ketika aku melakukannya. 


"Aku paham dengan penjelasanmu, tapi sejujurnya aku tidak tahu caranya. Jangan bersedih, dasar bodoh. Aku bicara seperti itu bukan berarti aku tidak bisa, bukan? Aku akan membantumu! Serahkan saja padaku!." ujarku sambil tersenyum.


Dengan begini, kurasa hari-hariku akan sedikit berbeda. Maksudku, sangat berbeda...

===================================================================================

@Created BY: APED

Previous Link :

0 komentar:

Post a Comment