Thursday, June 25, 2015

Diary - "Maya..." (Episode 5)

Senin, 4 April 2015. Hari pertamaku masuk sekolah, sebuah pertanda bahwa kegiatan remaja sehari-hari ku akan dimulai hari ini. Aku harus bangun dan sarapan pagi tepat waktu, berangkat ke sekolah, belajar disana dan kemudian pulang. Mungkin ada baiknya sesekali aku pergi bermain bersama teman-teman di sekolahku sebelum kembali ke rumah untuk beristirahat dan memulai kegiatan-kegiatan itu lagi esok harinya. Tapi aku sempat berpikir mungkin kedepannya hari-hariku agak sedikit sepi tanpa kehadiran Rinka. 



Aku berjalan ke arah ruang makan, mengambil posisi kursi ku yang terletak tepat didepan ayah. Ayah hanya fokus pada koran paginya saat itu, aku berani bertaruh dia tidak sadar bahwa aku didepannya. Sedangkan ibu masih sibuk di dapur menyiapkan bekal untukku.


Terlihat semua makanan tertata rapi di meja makan. Nasi, lauk, buah bahkan air pun berbaris rapi disana. Satu, dua, tiga.... Empat. 


Tunggu? Empat nasi? Bukannya seharusnya ada tiga? Aku, ayah, ibu. Lalu satu lagi? 


"Ibu, kenapa nasinya ada empat?" Tanyaku pada ibu.


"Eh?" Ibu terlihat bingung dengan ucapanku. 


"Ini aneh, ibu. Bukannya kita hanya bertiga sekarang? Kenapa nasi dan lauknya ada 4? Satu lagi untuk siapa?" Lanjutku.


"Ooh... kau belum tahu ya? Itu untuk..." Tak sempat ibu menyelesaikan perkataanya, pintu ruang makan pun terbuka lebar. Terus terang aku terkejut karena pintu tersebut terbuka mendadak. Namun ada yang lebih membuatku terkejut lagi. Ya! Seseorang yang membuka pintu tersebut. Berdirilah disana seorang gadis cantik mengenakan seragam yang sama denganku. Perhatianku tertuju padanya, bukan karena fisiknya, tapi karena aku tahu siapa dia. Dia adalah Rinka! 


Tunggu tunggu tunggu! Rinka? Bukannya dia hantu? Bagaimana dia bisa membuka pintu seperti layaknya manusia? 


"Nah... Ibu baru saja mau bilang kalau Rinka baru saja pulang dari Paris setelah mengikuti kontes piano selama 1 bulan, ia datang dini hari tadi. Sekitar pukul 4 pagi. Kami berusaha membangunkanmu tapi seperti biasa, kau agak susah bangun. Makanya kami putuskan ini menjadi kejutan kecil untukmu." Jelas ibu padaku.


Apa? Paris? Bu, biar ku beri tahu ya... Rinka itu kan sudah meninggal? Kau berada di depan altarnya dan menangis paling sedih bersama bibi Okita. Bagaimana mungkin ia yang sudah mati bisa muncul lagi? Ini gila!


"Ibu, bukankah Rinka sudah meninggal?" Aku dengan polos mengatakannya.


Ayah dan ibu pun menatap tajam padaku, aku bisa melihat sekilas dari tatapan mereka bahwa mereka cukup marah ketika aku mengatakannya. Dan benar saja, ayah meletakan korannya dan meraih bajuku. 


"Oi, apa yang kau katakan barusan, hah? Bisakah kau tunjukan sopan santun pada tamu sialan? Aku tahu kau memang jarang sekali akur dengannya tapi, yang tadi itu sangatlah keterlaluan!" Ujar ayah sangat marah.


Aku hanya bisa terdiam panik disaat ayah mengatakannya. Aku hanya mengalihkan pandanganku kepada ibu dan Rinka untuk mengusir sedikit rasa takutku dari cacian ayah. Astaga apa yang terjadi? Aku benar-benar tidak mengerti.


"Su... sudahlah ayah, itu hanya masalah kecil. Kazuma memang bodoh tapi ayah tak perlu bertindak seperti itu. Na-nah... ayo kita sarapan saja sekarang!" Rinka terlihat menenangkan ayah. 


Ayah melepaskan bajuku dan kembali duduk. Tadi itu cukup menegangkan. Makan ku jadi tidak tenang karena penasaran tentang apa yang terjadi saat ini. Aku tahu betul, ketika di pemakaman bahkan saat upacara di altar kuil, ibu adalah orang yang paling sedih atas kehilangan Rinka. Ayah berada di sisinya dan berulang kali mencium kening RInka sebelum ia dimakamkan. Dan sekarang Rinka hadir di tengah-tengah, bersama kami, lagi... seperti tak ada yang terjadi. Dan bahkan ibu terlihat jauh lebih ceria dari biasanya. 


Ibu memberikan 2 bekal, untukku dan untuk Rinka. Seperti yang ia biasa lakukan ketika RInka masih hidup. Di tengah perjalanan pun aku tak berani bertanya apapun padanya. Aku ragu dan terus terang menjadi sedikit takut padanya. Apakah dia mempunyai kekuatan super? Atau sesuatu seperti cuci otak? Aku tidak tahu. 


"Hey, Kazuma..." Ucap Rinka.


"I..Iya!" Jawabku.


"Maaf soal yang tadi pagi, berkatku kau jadi kena marah. Seharusnya aku memberi tahumu terlebih dahulu." Jelasnya. 


"Umm.. anu... Rinka, aku ingin bertanya sesuatu." Kuberanikan diri untuk bicara. "Soal yang tadi pagi, bagaimana bisa ayah dan ibu melihatmu?" Lanjutku. 


"Hmm... Ayah dan ibu tidak bisa melihatku tahu." 


"Lalu? Kenapa dia bisa tahu kalau kau ada di situ?"


"Aku menampakkan wujudku." Ujarnya. "Hantu bisa menampakkan wujudnya pada siapapun yang ia mau, bentuk hewan atau manusia. Aku adalah roh penasaran. Jadi aku mempunyai wujud manusia." Jelasnya. "Aku pun melakukan hal yang sama padamu ketika pertama kali bertemu, bukan?"


"I..iya, tapi bagaimana mereka bisa berpikir bahwa kau pergi ke paris atau menjadi seniman piano, atau lain sebagainya."


"Bakat..." Jawabnya singkat.


"Bakat? Apa maksudmu bakat?" Aku cukup bingung ketika ia menjawabnya.


"Setiap roh yang kembali dari kerajaan Tuhan, mereka mempunyai satu bakat untuk membantunya dalam mewujudkan impian yang belum mereka capai ketika masih hidup. Aku mampu memasukan kenangan dan pemikiran-pemikiran palsu kepada setiap orang. Apapun pemikirannya. Seperti aku masih hidup atau yang lain sebagainya." jelasnya.


"Jadi bisa dikatakan bahwa itu seperti kekuatan super, begitu?" 


"Tepat sekali."


"Apa ada batasannya?" 


"Ada.."


"Apa itu?" 


"Ada 3 batasan yang tidak bisa kulakukan. Pertama, menyusupkan kenangan atau pemikiran palsu ke kepalamu. Aku kembali dari sana untuk membuat kenangan bersamamu, jadi aku tak bisa membuat kenangan palsu di dalam kepalamu. Kedua, adalah miko dan pendeta. Aku tak bisa mengubah pemikiran mereka dan menyusupkan kenangan palsu di kepala mereka, mereka dianggap sebagai pion Tuhan. Dengan kata lain, mereka dianggap orang-orang suci pengatur roh. Dan ketiga, aku tak bisa melakukannya pada orang banyak sekaligus." 


Terus terang itu terdengar tak masuk akal. Hantu, kekuatan super, pemikiran? Itu semua terdengar seperti sebuah cerita didalam anime-anime yang ada di TV. Tapi bedanya ini terjadi di kehidupanku, kehidupan nyata ku. Aku mungkin cukup gila bila mempercayai omongannya, tapi aku akan terlihat lebih gila lagi jika tidak percaya padanya bahwa dia bisa melakukannya. 


Dan benar saja... Dia melakukannya lagi. Ketika aku menginjakkan kaki di depan gerbang sekolah, sebuah poster yang berisi pengumuman tentang Rinka terpajang disana. Aku sungguh yakin bahwa seisi sekolah tahu jika RInka sudah meninggal. 


"Selamat, Rinka-chan! Dan selamat datang kembali!


Selamat telang memenangkan kontes piano di Paris tahun 2015.Kami atas nama sekolah mengucapkan SELAMAT untuk anda!."


Poster tertulis jelas di papan buletin harian tersebut. Dia sudah seperti artis, hanya saja itu adalah kenangan-kenangan palsu yang ia buat sendiri untuk seisi sekolah. 


Di kelas pun tak kalah aneh, dia satu kelas denganku. Padahal aku yakin tak ada namanya di papan absen tersebut. Dan ketika kami masuk ke ruangan, Rinka menunjukan wujudnya pada teman-temannya. Mereka mengucapkan salam dan menyelamatinya seolah ia benar-benar menang kontes piano di Paris. 


Satu jam... dua jam... dan akhirnya istirahat siang pun tiba. Aku memilih makan di atap gedung sekolah bersama Rinka, ia pun setuju dengan ide ku. Disana kami berbincang-bincang seperti biasa. Aku pun terlarut dalam suasana itu. Meski aku tahu bahwa ia tak ada lagi disini, meski aku tahu dia hanyalah roh, tapi aku cukup senang karena masih mampu bersamanya dan tersenyum bersamanya.


"Rinka, apakah kau tidak berlebihan?" Ujarku.


"Soal apa?" 


"Soal kau menyusupi kenangan pada mereka, kupikir kau terlalu berlebihan."


"Hahaha.... yaa, mau bagaimana lagi kan? Lagipula aku tidak akan sering-sering menampakkan wujudku kok. Jadi tidak akan terlalu heboh di sekolah nanti." Jelasnya. 


"Bagaimana jika nanti ada yang sadar bahwa sebearnya kau ini adalah roh?"


"Hmm... menurutku ia tak akan bisa melakukan apapun. Aku membuat semua orang seperti ini jadi seharusnya satu orang saja tidak akan berpengaruh apa-apa padaku. Hahaha" Ia tertawa.


"Aku hanya mengkhawatirkanmu, Rinka. Maaf ya." 


Rinka pun terdiam ketika aku mengatakan bahwa aku mengkhawatirkannya. Tawanya berubah menjadi sipuan rasa malu seorang gadis pada lelaki. Dan senyum terukir di wajahnya, aku kira dia berterima kasih padaku karena aku mengkhawatirkannya. 


Di tengah pembicaraan kami, tiba-tiba seorang gadis datang dan berdiri di belakangku. Menatap aku dan... Rinka dengan tatapan tajam. 


"Apa yang kau lakukan disini, RInka?" Ujar gadis yang berdiri di belakangku itu.


"Eh..." Aku menoleh ke belakang. 


"Kenapa kau masih disini? Bukankah seharusnya kau berada di kerajaan Tuhan saat ini? Apa yang membuat roh sepertimu kembali ke dunia?"


Eh, tunggu? Bagaimana ia tahu RInka adalah roh? Siapa gadis ini?


"Ma... Maya?" Ujar Rinka sambil terkejut. "Kau, bagaimana bisa tahu?".

======================================================================

@Created BY: APED

Previous Link :

2 comments: